IDEN
Masa Lebaran Bagi BMT dalam Situasi Pandemi
05 June 2020

Jakarta, KNEKS - Lebaran tahun ini dirasa berbeda bagi lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Virus Corona (Covid-19) hadir dan menambah persoalan dalam tubuh BMT di Indonesia. Hal ini salah satunya cukup berpengaruh terhadap likuiditas BMT.

Saat-saat momen lebaran, biasanya masyarakat kelas bawah yang mempunyai usaha mikro membutuhkan modal kerja. Sementara itu, dari sisi pemilik dana malah akan menarik dananya di BMT. Akhirnya, ketika masyarakat kelas bawah ini membutuhkan pembiayaan, BMT tidak bisa memberikannya.

Baru setelah lebaran pemilik dana mulai masuk kembali ke BMT. Tetapi para usaha mikro sedang istirahat menunggu momen Syawal atau lebaran haji. Bisa dikatakan, momen-momen saat lebaran dan setelah lebaran kontradiktif antara funding dan lending di BMT.

Direktur Utama BMT Bahtera Pekalongan Budi Herdyansyah mengatakan momen lebaran tidak semuanya berbau konsumtif. Industri mikro dan kecil, yang dijalankan masyarakat kelas bawah sedang membutuhkan modal kerja untuk industri-industri mereka, seperti kue dan konveksi.

“Sementara, bila mereka meminjam dana ke BMT, masuk ke BMT, tidak bisa keluar lagi dananya karena pemilik dana juga membutuhkan untuk konsumsi. Kasarnya, BMT itu selalu stop lending pada waktu momen lebaran,” jelasnya menegaskan.

Memang ada beberapa BMT yang bisa melakukan pembiayaan. BMT tersebut bermitra dengan bank. Harapannya, di sinilah Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) memiliki peran pembiayaan selain juga dari bank. Peran pemerintah dibutuhkan untuk memberikan pembiayaan ke BMT, sehingga BMT ini tidak melakukan stop lending.

Kondisi pandemi Covid-19 membuat permasalahan funding dan lending semakin besar. Sudah tidak ada lending, penarikannya juga lebih besar. Dengan demikian, kebutuhan BMT akan funding menjadi lebih besar, karena kebutuhan dana untuk ditariknya lebih besar pula.

“Untuk itu, pemerintah diminta perlu melakukan pemberian pinjaman talangan. Dana talangan itu antara 6-12 bulan setidaknya harus ada. BMT Bahtera Pekalongan sudah menerapkan pola tersebut, bekerjasama dengan sejumlah bank syariah” tambah Budi.

Budi menyampaikan kondisi likuiditas di BMT Bahtera Pekalongan pasca lebaran berangsur pulih. Pembiayaan ke sektor mikro masih terus berjalan lancar. Hanya saja menjadi lebih bijak lagi dalam mengatur pola pembiayaan.

“Likuiditas alhamdulillah, kami sudah bisa pulih. Sekarang ini, saya masih memfokuskan semua pembiayaan di BMT-BMT harus betul-betul menyasar ke mikro, karena itu yang berdampak oleh Covid-19,” ujar dia.

Menurutnya, tidak semua terdampak Covid-19. Di Pekalongan, Jawa Tengah, misalnya, bisnis sudah mulai normal kembali. Tataran ekonomi memang belum pulih 100 persen, tapi bisa berada di angka sekitar 60-70 persen.

Meski begitu, tetap diperlukan strategi agar BMT bisa kuat menghadapi pandemi ini. Pemerintah harus menyentuh sektor koperasi syariah yang notabene bersentuhan langsung dengan ekonomi mikro. Subsidi bantuan likuiditas kepada koperasi dari pemerintah harus segera diturunkan.

Tidak jauh berbeda, Direktur Utama BMT Tumang Adib Zuhairi melihat likuiditas BMT masih aman. Meski begitu masih ada ‘Pekerjaan Rumah’ dengan wabah Covid-19 yang membuat situasi sangat tidak menguntungkan untuk sektor mikro dan kecil.

Anggota BMT yang punya usaha, usahanya terkena dampak Covid-19, dan akhirnya berpengaruh terhadap bagi hasil pembiayaan. Lalu, bagi yang dananya menipis, sementara dia punya simpanan di BMT, akhirnya penarikannya rentan, dan itu berpengaruh terhadap likuiditas. Jadi, aspek pendapatan terdampak dan aspek likuiditas juga.

Di BMT Tumang, Adib mengaku cukup aman. Dua hari pasca lebaran, pergerakan BMT Tumang sudah membaik. Memang selama Maret, April, dan Mei dampak Covid-19 terhadap funding mengalami penurunan drastis. Puncaknya menjelang lebaran, tapi masih bisa dikatakan aman.

Mengatasi persoalan dampak Covid-19, BMT Tumang membuat tiga kebijakan. Pertama, likuiditas menjadi prioritas. Kedua, faktor likuiditas dari simpanan di monitoring. Simpanan dibuat dengan prediksi yang realistis. BMT Tumang menyusun prediksi penarikan. Ketiga, kebijakan untuk pengendalian lending atau pembiayaan.

Sementara dari aspek pendapatan, meskipun tidak sesuai dengan harapan, tapi BMT Tumang masih mendapatkan keuntungan atau Sisa Hasil Usaha (SHU). “Dari aspek likuiditas alhamdulillah masih aman, pendapatan meskipun turun juga masih belum sampai negatif,” ujar dia.

Peran LPDB-KUMKM, menurutnya, memungkinkan mem-back up koperasi, khususnya dari kebutuhan likuiditas. Inilah momentum bagi LPDB-KUMKM.

Kedua, diharapkan BMT harus bisa mandiri. BMT harus kuat di keuangan dan menyiapkan back up yang lebih aman.

Selain itu, BMT harus membangun kerja sama yang harmonis kepada anggotanya. Kerja sama yang diciptakan memiliki kejujuran dan keadilan, juga saling menguntungkan. Sehingga proses komunikasi tidak sekedar transaksional. Kalau pola ini dibangun dengan baik, anggota akan mempunyai loyalitas, tidak sekedar mengantarkan keuntungan.

Penulis: Andika, Aldi, Yodi
Redaktur Pelaksana: Achmad Iqbal

Berita Lainnya