IDEN
Tangani Proyek Besar, Islamic Investment Bank (IIB) Diperlukan di Indonesia
03 June 2020

Jakarta, KNEKS - Dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, khususnya di bidang pasar modal syariah, pembentukan Bank Investasi Syariah atau Islamic Investment Bank (IIB) di Indonesia diperlukan.

IIB menekankan pada konsep investment bank yang menjalankan prinsip usahanya secara syariah. Berbeda dengan bank komersial yang menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, IIB lebih fokus pada penghimpunan dana dari investor yang spesifik, seperti perusahaan, pemerintah maupun investment funds untuk disalurkan dalam bentuk permodalan pada suatu sektor bisnis.

Penyaluran IIB lebih menekankan pada modal langsung ke suatu perusahaan atau melalui perantara fund manager melalui konsep fund management. Keuntungan yang didapat dari pembagian dividen, biaya konsultasi dan jasa, maupun dari hasil menjual equity asset kepada investor lainnya.

Dari sisi penyaluran, IIB umumnya berfokus pada equity maupun project financing. Selain itu, IIB juga menawarkan jasa konsultasi dan penelitian yang berfungsi memberikan masukan dan analisa mendalam pada investor atau pihak ketiga lainnya atas suatu transaksi bisnis dan keputusan investasi seperti penggabungan, akuisisi, penawaran saham perdana, private offering, restrukturisasi, dan lainnya. Kemudian, atas jasa tersebut, IIB akan mendapatkan ujrah atau fee.

Senior Researcher Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Ronald Rulindo menjelaskan saat ini perbankan syariah di Indonesia itu ukurannya relatif kecil, sulit untuk menjadi besar. Hal itu dikarenakan proyek yang mereka tangani relatif kecil.

Dari yang kecil itu pun, diungkapkan Ronald, yang didapatkan relatif sisa dari bank konvensional yang merupakan bank besar. Akibatnya nasabah-nasabah bank syariah itu adalah nasabah yang memiliki risiko tinggi.

Maka dari itu, untuk masuk ke nasabah besar, seperti proyek infrastruktur pemerintah, bank syariah perlu kemampuan investasi yang kuat. Berbeda dengan bank konvensional, seperti Bank Mandiri atau Bank CIMB yang memiliki sekuritas. Meskipun berada di perusahaan terpisah, tetapi sekuritas itu tetap anak usaha kedua bank.

“Hanya saja, kalau bank syariah diharapkan punya anak usaha perusahaan sekuritas sendiri, kayanya itu sulit. Lebih baik ada satu investment bank yang besar untuk membantu bank-bank syariah di Indonesia menangani proyek-proyek pembiayaan yang besar. Sehingga bank-bank syariah lainnya bisa ikut pendanaan melalui sindikasi,” paparnya.

Dalam mendukung ekosistem pembiayaan syariah, Kepala Divisi Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Intan Natasha Putri mengatakan IIB akan fokus pada pengembangan dan pendalaman pasar modal syariah serta mendukung ekosistem keuangan syariah secara keseluruhan.

IIB diharapkan dapat mendorong penerbitan instrumen-instrumen keuangan syariah untuk membiayai pembangunan infrastruktur, termasuk yang terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, serta pembiayaan sektor korporasi, termasuk industri halal.

Instrumen-instrumen keuangan syariah tersebut dapat dimanfaatkan oleh bank syariah sebagai instrumen likuiditas atau sebagai sarana investasi bagi investor institusi seperti dana pensiun, asuransi syariah, manajer investasi, BP Jamsostek, Taspen hingga Badan Pengelola Keuangan Haji untuk instrumen investasi jangka menengah maupun panjang.

Kemudian, IIB diharapkan dapat menjadi pemimpin (lead) dari pembiayaan sindikasi untuk proyek yang sesuai syariah dengan mengikutsertakan perbankan syariah. Dengan kata lain, IIB dapat menjadi katalis bagi industri perbankan syariah untuk dapat masuk pada pembiayaan proyek skala besar serta menjadi pihak yang mempersiapkan kelayakan proyek tersebut, sehingga dapat didanai oleh IIB dan bank-bank syariah.

“IIB juga diharapkan dapat menjadi market maker untuk penjualan sukuk dan produk pasar modal syariah lainnya agar pasar sekunder menjadi lebih likuid. Sehingga, kehadiran IIB nantinya akan mempengaruhi percepatan inovasi produk keuangan syariah khususnya di pasar modal syariah, serta membantu bank-bank syariah dalam mengembangkan produk-produk investasi syariah,” tutur Intan.

IIB juga diharapkan dapat menyediakan infrastruktur pendukung perbankan syariah serta membantu percepatan peningkatan literasi keuangan Syariah, khususnya di pasar modal syariah.

Intan menambahkan, ada lima peran IIB sebagai solusi atas kondisi existing dari ekosistem keuangan syariah di Indonesia. Pertama, mengisi kesenjangan ekosistem keuangan syariah, dimana belum ada perusahaan full-fledged syariah sekelas investment bank yang fokus pada pengembangan dan penerbitan instrumen-instrumen keuangan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah sebagai instrumen likuiditas maupun instrumen investasi jangka menengah-panjang bagi investor institusi atau korporasi, serta sebagai sumber pembiayaan korporasi dan proyek skala besar berskema syariah.

Kedua, menjadi market maker pasar sekunder penjualan sukuk agar pasar sekunder sukuk menjadi lebih likuid. Ketiga, mempercepat inovasi-inovasi produk keuangan syariah, khususnya di sektor pasar modal syariah. Keempat, membantu bank-bank syariah dalam mengembangkan produk-produk investasi syariah. Lalu, yang kelima, membantu percepatan peningkatan literasi pasar modal syariah.

Indonesia dapat belajar dari Malaysia Islamic Finance Center (MIFC) di Malaysia untuk mendorong kontribusi ekonomi dan keuangan syariah yang mendukung pembangunan nasional, termasuk untuk pendirian IIB.

MIFC memiliki aspirasi untuk menjadikan Malaysia sebagai pusat keuangan syariah global. Kesuksesan MIFC dalam mencapai tujuan ini disebabkan oleh keseriusan dan komitmen kuat pemerintah dan regulator, serta partisipasi dari pelaku industri terhadap perkembangan keuangan syariah, bisa dikatakan skema di sana menggunakan top-down approach.

Sementara itu, Portfolio Manager, Public-Private Partnership Islamic Development Bank (IDB) Muhammad Imaduddin menyampaikan sumber pendanaan IIB bisa melalui beberapa investor dari Timur Tengah, negara-negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang memiliki fokus untuk mengembangkan IIB, serta dari beberapa investor umum.

“Namun demikian di tengah pandemi Covid-19 ini, kecenderungan para investor berada dalam tahap wait and see selama 1-2 tahun kedepan sampai dengan keadaan pulih dari sisi kesehatan dan ekonomi,” ungkap Imaduddin.

Perihal peran IDB untuk IIB, Imaduddin menjelaskan, saat ini selain berfungsi sebagai capital fund provider, IDB kini lebih berfokus sebagai katalisator untuk mengajak investor lain melalui konsep resource mobilization untuk mengembangkan negara-negara anggota termasuk Indonesia, termasuk dalam pengembangan lembaga keuangan syariah.

Tetapi, dalam waktu dekat ini, IDB lebih berfokus pada program komprehensif bagi negara-negara anggota termasuk Indonesia untuk membantu penanganan pandemic Covid-19.

Lebih lanjut, Imaduddin menerangkan, diperlukan regulasi spesifik tentang IIB di Indonesia agar dapat menunjang pengembangan sektor ini, dan bisa menjadikan pedoman dari Islamic Financial Services Board (IFSB) sebagai referensi.

Dalam prosesnya IIB di Indonesia, sampai saat ini baru memasuki tahap awal. Demikian disampaikan Analis Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan Syariah KNEKS Bazari Azhar Azizi. KNEKS pada tahun 2019 menyusun kajian awal berjudul “Preliminary Study: Pendirian Bank Investasi Syariah”.

“Proses berikutnya perlu dilanjutkan dengan studi yang lebih robust dalam bentuk studi kelayakan untuk pemetaan pasar serta bentuk dari IIB yang akan didirikan. Harapannya, program ini dapat didukung oleh berbagai pihak,” pungkas Bazari.

Penulis: Andika, Aldi, Bazari, Lutvia
Redaktur Pelaksana: Achmad Iqbal

Berita Lainnya