Aceh, KNEKS - Sebagai bagian dari upaya mendorong penguatan peran wakaf dalam pembangunan sosial ekonomi, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) berpartisipasi aktif dalam High Level Waqf Forum Aceh yang diselenggarakan di Bappeda Aceh, Senin (28/7). Forum ini menjadi bagian dari rangkaian menuju penyelenggaraan Aceh Wakaf Summit yang akan digelar dua bulan mendatang.
Mengangkat tema “Harmonisasi Arah Pengembangan Wakaf Aceh dan Indonesia: Sinergi Kebijakan, Kelembagaan, dan Inovasi”, forum ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan nasional dan daerah, termasuk Bappeda Aceh, Baitul Mal Aceh (BMA), Badan Wakaf Indonesia (BWI) Aceh, akademisi dari UIN Ar-Raniry serta beberapa perwakilan lembaga keuangan dan sosial di Aceh.
Turut hadir dalam kegiatan ini Dwi Irianti Hadiningdyah selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS, Mohammad Haikal selaku Ketua Baitul Mal Aceh (BMA), Fauzi Saleh selaku Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Hafas Furqani selaku akademisi ekonomi dan keuangan syariah.
Dalam paparannya, Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS, Dwi Irianti Hadiningdyah, menyampaikan bahwa penguatan wakaf merupakan bagian integral dari arah kebijakan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Ia juga menjelaskan bahwa kinerja wakaf uang nasional terus menunjukkan pertumbuhan, dengan target kontribusi terhadap PDB mencapai Rp9,99 triliun pada 2029.
KNEKS menekankan pentingnya enam pilar strategis untuk memperkuat ekosistem wakaf, antara lain literasi publik, regulasi dan kelembagaan, peningkatan kualitas SDM, pengembangan proyek berdampak tinggi, digitalisasi, serta kontribusi wakaf terhadap agenda pembangunan nasional dan global sebagaimana tertuang dalam straregi pada Peta Jalan Wakaf Nasional 2024-2029 sebagai panduan pengembangan wakaf nasional.
Sejalan dengan itu, forum juga membahas tantangan dan potensi wakaf di Aceh. Ketua Baitul Mal Aceh (BMA), Mohammad Haikal, mengungkapkan bahwa Aceh memiliki hampir 2.000 hektare tanah wakaf yang mayoritas belum tergarap optimal. Fokus penguatan wakaf di Aceh masih diarahkan pada kelembagaan, digitalisasi data, dan kapasitas nazhir.
Ketua BWI Aceh, Fauzi Saleh, serta akademisi Hafas Furqani juga menekankan pentingnya edukasi publik dan pemanfaatan instrumen wakaf modern seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dan Cash Waqf Linked Deposit (CWLD) untuk menjembatani tantangan di daerah.
Diskusi dari peserta forum turut memunculkan gagasan seperti pembentukan Badan Wakaf Aceh (BWA) sebagai perwakilan resmi BWI di daerah sehingga bisa bersinergi dengan BMA, pemanfaatan wakaf asuransi syariah, inisatif wakaf berwawasan lingkungan serta pemetaan dan legalisasi aset wakaf yang bernilai bisnis tinggi.
Dalam tanggapannya, KNEKS menyampaikan komitmen mendalam untuk menjadikan Aceh sebagai percontohan nasional pengembangan wakaf produktif. Kolaborasi ditawarkan dalam berbagai bentuk, termasuk mendorong kerja sama dengan Kementerian Agama serta Bank Indonesia untuk melaksanakan pelatihan sertifikasi nazhir, sinergi pendanaan hijau melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), serta dukungan advokasi kebijakan daerah.
Forum ini ditutup dengan lima rekomendasi strategis, di antaranya harmonisasi regulasi nasional-daerah, integrasi wakaf dalam sistem keuangan syariah, pemetaan dan sertifikasi aset wakaf, peningkatan profesionalisme nazhir, serta kolaborasi multipihak. KNEKS berharap, melalui inisiatif ini, Aceh dapat menjadi model inspiratif dalam pengelolaan wakaf yang berkelanjutan, inklusif, dan berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.
Penulis: Alvina Syafira Fauzia
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain