Jakarta, KNEKS - Pemerintah Indonesia terus memperkuat sektor keuangan syariah melalui penerbitan green global sukuk yang sejak 2018 hingga 2025 telah mencapai total USD 7,7 miliar. Instrumen berbasis syariah ini digunakan untuk mendanai proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan, sekaligus menegaskan komitmen Indonesia pada pembiayaan ramah lingkungan dan berprinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Pada 2024, Indonesia menerbitkan green sukuk senilai USD 600 juta dengan tenor 30 tahun. Setahun berikutnya, kembali diterbitkan USD 1,1 miliar dengan tenor 10 tahun. Sejak penerbitan perdana pada 2018 sebesar USD 1,25 miliar, pemerintah rutin menambah porsi instrumen ini, termasuk USD 750 juta (2019), USD 750 juta (2020), USD 750 juta (2021), USD 1,5 miliar (2022), dan USD 1 miliar (2023).
Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 mencatat, Indonesia kini naik ke peringkat ke-6 global dalam sektor keuangan syariah, meningkat dari posisi ke-7 pada 2023. Penerbitan green sukuk disebut menjadi salah satu indikator utama penguatan sektor ini.
Pemerintah Indonesia melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III (PPSI-III) menggunakan struktur akad wakalah untuk penerbitan sukuk, yang ditujukan bagi proyek energi terbarukan dan infrastruktur berkelanjutan. Besarnya minat investor domestik dan internasional pada instrumen ini menunjukkan peluang pembiayaan hijau syariah terus meningkat.
Inisiatif green sukuk juga selaras dengan arah kebijakan pembangunan nasional dalam RPJMN 2025–2029 dan RPJPN 2025–2045. Selain memperluas opsi pendanaan di luar obligasi konvensional, keberadaan sukuk hijau diyakini mampu meningkatkan fleksibilitas fiskal pemerintah dalam membiayai pembangunan berkelanjutan.
Dengan konsistensi penerbitan selama delapan tahun, Indonesia kini bukan hanya memperkuat pasar keuangan syariah nasional, tetapi juga tampil sebagai pelopor global dalam inovasi pembiayaan hijau berbasis syariah.
Penulis: Naurah Aliah
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain