IDEN
Urgensi Penyederhanaan Nomenklatur Prodi S1 Rumpun Ekonomi dan Keuangan Syariah
28 May 2021

Jakarta, KNEKS - Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) unggul di sektor ekonomi dan keuangan syariah. Hal tersebut dibuktikan dengan peringkat Indonesia sebagai nomor 1 di dunia dalam kriteria banyaknya penyelenggaraan pendidikan bidang keuangan syariah berdasarkan Laporan Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2020.

Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan tertinggi memiliki peran sangat signifikan dalam mencetak lulusan yang unggul, berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing. Namun, pendidikan pada rumpun ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia masih memiliki tantangan dan permasalahan yang muncul dari berbagai aspek.

Ketua bidang Pendidikan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Prof. Euis Amalia mengatakan permasalahan Pendidikan Ekonomi Islam atau Syariah muncul dari berbagai aspek, yaitu regulasi, kompetensi dosen, standar kompetensi lulusan, kurikulum, prasarana pendukung, riset dan publikasi, serta konsorsium bidang ilmu. Hal ini dikemukakan dalam kegiatan FGD Belanja Masalah Kajian Harmonisasi Prodi S1 Rumpun Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Selasa (25/5).

Kompleksitas ini juga dilatarbelakangi oleh adanya dualisme sistem pendidikan di Indonesia. Di mana perguruan tinggi penyelenggara pendidikan rumpun ini berada pada dua naungan kementerian yang berbeda, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendibud Ristek) dan Kementerian Agama (Kemenag). Dualisme sistem pendidikan ini berimplikasi pada aspek regulasi yang dikeluarkan oleh kedua kementerian dalam pengembangan keilmuan, kurikulum, kompetensi dosen maupun lulusan serta prasarana pendukung.

Saat ini, nomenlaktur prodi rumpun ekonomi dan keuangan syariah paling banyak berada pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di bawah naungan Kementerian Agama. Berdasarkan data KNEKS tahun 2021, jumlah penyelenggara Prodi S1 Rumpun Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia berkisar 858 dengan 818 prodi berasal dari PTKI.

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat menyampaikan bahwa dengan adanya kemudahan dalam membuka prodi baru menjadikan banyaknya nomenklatur prodi ekonomi dan keuangan syariah.  “Ini menimbulkan dampak yang positif dan juga negatif,” kata dia.

“Untuk itu, berdasarkan MEKSI yang kemudian diturunkan dalam buku kerja KNEKS, serta arahan dari Bapak Wakil Presiden RI selaku Ketua Harian KNEKS, yaitu bahwa pemerintah berkepentingan untuk mengharmonisasikan prodi ekonomi dan keuangan syariah di berbagai perguruan tinggi pada fokus paling tidak lima program studi yaitu: (1) Ekonomi Syariah, (2) Manajemen Bisnis Syariah, (3) Keuangan dan Perbankan Syariah, (4) Akuntansi Syariah, dan (5) Hukum Ekonomi Syariah.” tambah Emir.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama Prof. Suyitno juga menyampaikan bahwa tahun ini telah diterbitkan Peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 2021.

“Tahun ini, alhamdulillah, kita telah melahirkan PMA baru, yaitu PMA Nomor 7 Tahun 2021 terkait dengan otonomi Kementerian Agama di bidang rumpun ilmu agama. Isi PMA tersebut kira-kira adalah terkait pengurusan lektor kepala sampai guru besar sebelumnya menjadi domain Kemendibud Ristek maka sejak bulan Mei ini kewenangannya sudah sepenuhnya menjadi Kementerian Agama.” ujar Prof. Suyitno. “Apapun nomenklaturnya, yang lebih penting adalah bagaimana formula kurikulum. Kedua-duanya harus memberikan penguatan kompetensi yang memadai bagi calon alumni dan kejelasan sebaran calon alumninya. Untuk mempersiapkan alumni yang professional.”

Ketua bidang Pendidikan IAEI Prof. Euis Amalia menerangkan bahwasanya perubahan nomenklatur akan memudahkan secara jangka panjang dalam menyelesaikan permasalahan terkait terbatasnya dosen dan kompetensinya. Selain itu, perubahan nomenklatur mempermudah penyelenggaraan akreditasi, sehingga tidak perlu ada banyak prodi serupa yang harus diakreditasi.

“Penyederhanaan nomenklatur ini menjadi penting untuk mengerucutkan profil lulusan dan juga capaian dari setiap prodinya.” tutur Prof. Euis.

Dalam kegiatan ini turut hadir perwakilan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), dan Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS).

“AFEBIS berharap dengan adanya kebijakan harmonisasi ini dapat memberikan peluang lebih besar kepada mahasiswa dan alumni dalam memasuki dunia kerja, dikarenakan hal ini juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi pengelolaan perguruan tinggi.” tutup Ketua Umum AFEBIS Ahmad Wira.

Penulis: Annissa Permata dan Putri Aulia Sari
Redaktur Pelaksana: Ishmah Qurratu'ain

Berita Lainnya